Hari
Jumat… hari pertama aku lalui tanpa Aris…
Tahukah? Satu hari itu terasa sangat lama. Rasanya aku
ingin terus terlelap selama beberapa hari sampai waktunya Aris nelfon dan
bilang kalau kak Ilham hanya bercanda.
Pagi tadi aku sudah menelfonnya, namun tak ada jawaban.
Sekarang istirahat berlangsung aku belum menyapa Rika. Aku pergi ke ruang UKS
dan mencoba menelfon Aris. Tapi, lagi-lagi tak ada jawaban. Dan aku berniat
menelfonnya lagi nanti malam sebelum tidur, aku ingin mengucapkan selamat tidur
untuknya, walaupun harapan akan telfonku dijawab tidak ada, apalagi dia
membalas mengucapkan selamat tidur kepadaku tak akan terwujud. Aku tetap akan
bersikeras mengirim sms.
***
Hari ini, hari Sabtu… seperti hari kemarin… Hanya tiga
kegiatan yang wajib aku lakukan, yaitu menelfon, mengirim sms, dan menunggu.
Begitupun, satu minggu seterusnya. Rika sudah bingung
mengurusiku. Dia sudah kehilangan semangat untuk mengobrol denganku. Dia ikut
menyerah sepertiku. Dia ikut merasakan kelemahan yang kurasakan.
Sampai
tidak terasa sekarang sudah kembali menginjak hari Sabtu. Aku tidak tahu apakah
selama ini aku tidur? Apakah selama ini aku hanya menangis? Apakah selama ini
aku makan? Apakah selama ini aku minum? Apa yang selama ini aku lakukan? Namun
rasanya baru lagi aku bercermin sekarang, itupun karena suruhan Rika. Rika yang
menuntunku untuk bercermin. Dan yang kulihat kini, bibirku tak sesegar buah
strawberry lagi, mataku tak bercahaya seakan-akan kekeringan melanda. Kantung
mata apalagi terlihat bengkak dan menghitam menjijikkan.
5
menit kemudian… aku hanya termenung. Namun dunia seakan kembali bangkit dari
semua keterpurukan ketika kulihat handphone-ku berbunyi nyaring dengan satu
nada khusus, telfon dari…
Aku
tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya menjawab telfon itu dengan isakan tangis.
Dan kulihat senyuman sumringah sangat bahagia dari Rika. Kasian anak itu, sudah
lama aku tidak melihat dia seperti itu, maafkan aku Rika Adya Permata…
Isakan
tangis pun terdengar dari balik telfon disana. Lalu dia berkata…
“Na…
jam 7 nanti aku jemput.”
Tahukah?
Rasanya itu lebih dari bahagia. Jika ada kata yang berarti lebih dari bahagia.
aku akan menggunakan kata itu sekarang ditambah dengan kata sungguh sangat
sekali dan… ya aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata kini.
***
Pukul 19.00 WIB.
Aku sudah tak sabar… 3 menit kemudian…
Tintin…
Aku segera menuruni anak tangga dengan riangnya, tak
sempat aku berpamitan dengan Rika juga si mbok. Bahkan aku lupa mengucapkan
terima kasih kepada Rika karena telah mendandaniku.
Sesampainya di depan motor Aris. Aku hanya melemparkan
senyuman termanisku kepadanya. Namun, Aris hanya bersikap stay cool. Dan
memberiku helm. Lalu dia menyuruhku duduk diboncengnya. Dan langsung saja dia
tancap gas. Pikiranku dipenuhi dengan kebingungan. Kita berdua terdiam
menikmati angin malam yang menyahutku bersamanya.
Aku
tak tahu sekarang kita berada dimana. Tapi dia berhenti. Aku turun dari motor
besarnya. Lalu dia melepaskan helmku.dia meletakkan helmku dan helmnya di
motornya. Entah dari mana datangnya, tapi dia memberikanku seikat bunga mawar
putih yang indah. Ketika aku menerimanya. Aku langsung dipeluknya. Dia
menangis. Seketika aku pun ikut menangis.
“Maafin aku Na… maafin aku… aku tidak bermaksud… maafin
aku Na… aku tau, akupun gak bisa maafin diri aku sendiri… aku sayang kamu Na…
sungguh” bisiknya lirih.
“Kak… kalaupun kakak gak akan minta maaf sampai seribu
tahun yang akan datang. Aku pasti memaafkanmu kak… aku juga sayang kamu kak…
lebih dari sungguh.” Kataku dibarengi isakan tangis yang aku yakin sangat jelas
dan keras terdengar.
“Izinkan aku selalu bersamamu kak.” Lanjutku.
“Tidak Na, kita gak bisa terus bersama.” Jawabnya.
Dengan jawaban itu, seketika saja dadaku terasa sesak.
Seakan tidak bisa bernafas. Dan isakan tangisku semakin keras terdengar.
***
Pagi
ini, setidaknya aku lebih tenang, aku lebih lega, aku berusaha dengan semangat
menjalani hari. Namun, ketika aku memakai sepatu akan berangkat sekolah, aku
mendapat telfon dari kak Ilham.
‘Halo?’
jawabku.
‘Na,
lo udah berangkat sekolah?’
‘Belum,
baru mau, kenapa kak?’
‘Lo
tunggu depan rumah lo, bareng gua aja, ok?’
‘Hah?
Emang ada apaan?’
‘Pokoknya
penting, ajak aja Rika, bye.’
Loh?
Ada apa ini? Kenapa jantungku kembali berdetak kencang? Apakah ini tentang
Aris? Apa Aris kecelakaan tadi malam? Apa? Pikiranku penuh dengan kekacauan
sekarang.
“Ada
apa Na?” Tanya Rika.
“Entahlah,
yang pasti kita harus ikut kak Ilham.”
Tintin…
Aku
meninggalkan tasku di depan pintu. Aku langsung berlari menuju mobil kak Ilham.
Diikuti Rika.
“Ada
apa sih kak sebenernya?”
Kak
Ilham hanya menghela nafas pelan lalu berdesah keras. Sambil nyalip mobil yang
satu dan yang lainnya.
“Aris
Na, tadi subuh Tante Lira (Mamah Aris) lihat Aris pingsan di kamarnya.”
“Terus?
Kita mau kemana ini?”
“Rumah
Sakit Siloam.”
“Hah?
Kenapa ke rumah sakit? Memangnya separah apa?” Tak tertahan, air mataku jatuh
begitu saja.
“Aris…
Aris mengidap kanker otak Na…”
Dadaku
terasa sesak, begitu saja aku jatuh ke pelukan Rika. Tubuhku terasa lemah
sungguh.
***
Sesampainya di Rumah Sakit, tepatnya di ruang UGD. Aku
melihat Tante Lira, Om Wicaksono (Papa Aris) dan Putri (adik Aris) saling
berpelukan. Aku tak kuasa untuk mendekat. Dio yang terlebih dahulu sampai,
memeluk Ilham. Lalu Tante Lira menghampiriku.
“Kamu Naufa? Aris menitipkan ini untukmu.”
Sepercik surat di selembar kertas…
Dear Naufa…
Maaf karena telah merahasiakan
penyakit ini sama kamu. Maaf aku tidak ada di hidupmu seminggu kemarin. Tapi
kamu bisa melewatinya kan? Berarti sekarang juga bisa dong.
2 tahun yang lalu, saat aku tau aku
mengidap penyakit kanker otak, aku selalu berdoa supaya aku bisa merasakan
jatuh cinta sebelum meninggal.ternyata tuhan mendengarkan doaku. Aku
dipertemukan dengan cewek yang bisa membuat aku jatuh cinta pada pandangan
pertama. Cewek itu, kamu bidadari kecilku… Naufa Cahya Zettara.
Terima kasih, karena kamu telah
mewarnai hari-hari aku selama 2 tahun dan aku sangat sangat sangat bahagia.
kalau sampai saat nafas terakhir, aku masih bisa tersenyum. Itu berarti karena
aku lagi inget kamu my Panda. Tahu gak? Semuanya terasa sangat indah saat
bersamamu. Kamu cinta pertama dan terakhir aku Naufa… ^_^
I love you very much…
Setelah membacanya, tiba-tiba saja semuanya terasa gelap.
Hanya kata-kata Rika yang kudengar.
“Naufa! Naufa!”
TAMAT